14 May 2012

Ringkas Bantin

Dalam relungku saat ini
Jiwa seperti terpanggang asmara
Kecewa dengan semua dilema
Aku terdampar dalam kehidupan mendua
Hina jua nista

    Menggapa tak kunjung sadar
    Meski kini menjerit
    Dalam terali besiku
    Terdapat bara yang memerah

Dalam sisa-sisa terakhirku
Ku pandang keujung dunia
Dari sudut yang bermakna
Terukir kiasan asa

    Masihkah terbelenggu
    Terpuruk  menanti
    Yang bersatu dalam kehidupan
    Mengubur mekarnya kedamain

Takkan

Bila masih mungkin waktu berputar
Takkan hilang darimu
Dari lembah anganku
Takkan pudar masaku
Terus temani disisihku

    Saat engkau ada disini
    Aku menahan sendiri
    Diterpa dan luka oleh senja
    Kau urai aura bimbangku

Terlambat
Kau tak lagi disisihku
Kapan tiba waktunya
Ku berjumpa marga kekalmu

    Takkan pudar
    Hanya sendaumu
    Yang selalu ku nyanyi
    Dinegeri yang tak pasti
    Dalam harap tak bertepi

Setegar Rapuhku

Hujan tak mengerti
Dipenghujung malamku
Ku inginkan kehadirannya
Diakhir genggamanku
Kunantikan hangat usangnya

    Hujan tak menggerti
    Derasnya derai bayuku
    Menderu dalam puing getir
    Ratap ausku tiada berarti
    Pabila aku termanja
    Terpuruk getar hampa

Mendung mengucilkanku
Lugasnya sampaikan kesedihan
Ragaku tak bersamaku
Dunia sedang tak bersahabat
Buatku terisak dalam pekat

    Hujan bukan mendung
    Tak pernah coba pahami
    Gugatnya selalu menari
    Diatas mendung yang karam
    Kelam disela naluriku

Sesat jiwaku

Hening senyap tak bersuara
Member harap tak berderimaga
Aku letih mengayuh gempita
Yang temaniku dalam sangsai

    Bintang bersuara menepis lara
    Senyum langit redakan amarah
    Pekat malam racuni swasana

Aku tau diriku manusia hina
Terlahir ditengah badai nista
Tak bias ku pungkiri
Waktu yang berlalu tak mungkin kembali

    Ku hanya mencoba bermain api
    Namun sulit ku padamkan
    Haruskah ku hindari
    Semua sesal yang ku akhiri

Ringai Bersajak

Pulau labuhanku
Dimana aku menepis duka
Endapkan sejuta prasangka
Seperti elang yang riang
Mengitari gegana tanpa lelah

    Puisi ini kutulis demi pedihku
    Kata demi kata kurangkai
    Makna demi makna memilu
Seakan
Air kuminum rasa duri
Nasi kumakan rasa sekam
Saat ini keluanku tak dikenali

    Akumasih dipusara using
    Menikmati asamnya air
    Perlahan ku gabung bala belangga
    Bergala getir yang berjenjang

Suatu saat nanti
Perahu rakitmu akan menjemputku
Membawa aku pulang
Usapkan sendi kelabu

Mengenangmu

Jika mata batin
Terhenyak tertegun menguntai asa
Yang hilang bersama kekakuan malam
Tak relakan paras pasi
Menyatu terbentuk
Bagai sekelebat janji
Yang gugur dalam jemari

    Biarlah ku simpan
    Sampai ku menutup mata
    Tak kan pernah habis air mataku
    Meski aku bukan pilihan hatimu
    Ku kan selalu menunggu
    Hanya kau milikku

Masa Lalu Tertinggal

Kiranya seluas samudra
Setinggi gunung menjulang ke angkasa
Tak sanggup redakan gejolakmu
Telah kau kais serpihan malammu
Yang berarakan awan kelam

    Menggapa setegar itu
    Bagai karang yang memBatu
    Lantas ku tak pernah luluhkanmu
    Meski megahnya mawar telah redup

Malam ini bulan telah lelah
Sinarnya melemah
Pancaran sinarnya memelas
Tak berikan penggungah canda
Hanya ada keji yang melekat

Diaryku

Kubuka lembaran kusam
Yang terasing diantara gaman
Sempat ku usap debunya
Mungkinkah aku sepertinya

    Aku tak tau
    Lanskap yang membebaniku
    Masihkah selalu menyatu
    Mungkin jiwaku bukan lagi picisan
    Yang mengalun menebar kelam

Duniaku tak seperti dulu
Terpaksa kupendam duri ini
Menggapa ku tak dapat maniskan
Ujung hayat yang teramat pahit